Adakah (rasa) yang salah?
Priska : “Sebenarnya bagaimana perasaanmu kepadaku?”
Edi : “Entahlah, aku sulit mengungkapkannya.
Ketahuilah bahwa aku bukan tipe pria yang mudah bicara tentang perasaan. Itu bukan keahlianku. Jika
aku mudah mengungkapkan isi hati, mungkin di sekelilingku sudah banyak
bidadari. Tolong artikanlah sendiri. Bagaimana kau merasakannya?”
Priska : “Aku bisa merasakan kelembutan, kehangatan,
dan kasih sayang dari setiap perlakuan, ucapan, dan bahkan caramu menatapku.
Tapi entahlah, mungkin ini hanya egoku saja karena rasa itu tumbuh terlebih
dahulu di hatiku. Atau aku salah mengartikan semua sikapmu. Entahlah. Kau tentu
tahu betapa hatiku terlalu rapuh dan seringkali menderita karena kekasihku
sebelumnya. Aku memang baru tiga kali menjalin hubungan namun semua kekecewaan pernah
kualami. Mulai dari backstreet karena
tidak direstui, diselingkuhi, dijadikan selingkuhan tanpa sepengetahuan,
diacuhkan, di posesif over protective kan,
dilamar, batal nikah, sampai disakiti secara fisik pun pernah. Hanya saja aku
tidak mau menjadi selingkuhan secara sadar. Aku tidak mau menyakiti hati wanita
lain. Itu saja.”
Edi : “Kau ingin aku melengkapi kisahmu?
Priska : “Maksudmu? Tolong cobalah sedikit jelaskan.
Sebab hal tersulit untukku adalah merumuskan isi hati seseorang. Aku tidak
ingin berspekulasi”
Edi : “Baiklah. Aku memang menyayangimu, tapi
aku tidak bisa memberimu apa-apa sebab kau tahu, aku sudah beristri. Aku pun
menyayanginya meski usia pernikahan kami masih muda dan sejak awal kutahu bahwa
ia takkan pernah bisa memberiku keturunan. Kalian berdua adalah wanita
teristimewa di hatiku, memiliki porsinya masing-masing dalam melengkapi hatiku.
Jujur, aku tak pernah menyangka dapat mencintai dua wanita sekaligus. Tapi kau
hadir merubah segalanya. Mengoyahkan pertahanan kasihku yang semula hanya untuk
istriku. Kau sosok idamanku, sementara ia sudah begitu lama singgah dan
menenangkan hatiku. Meski tak bisa jadi pemenang seutuhnya, karena kalian
berdua berdiri di puncak yang sama dalam hatiku.”
Priska : “Tentu berbeda. Dia istrimu, sementara aku…
bagaimana lah aku mampu menyebutnya? Kita tidak memiliki status”
Edi : “Mengapa sekarang kau memusingkan
masalah status? Bukankah perasaan terlalu tinggi untuk dinilai hanya lewat
kacamata itu? Berpikir luaslah. Perasaan ini datangnya dari Tuhan, maka
kembalikanlah pada-Nya. Tidak ada yang salah dalam perasaan ini. Dia memiliki
rencana ketika mempertemukan kita dan menanamkan rasa ini dalam hati kita.
Sekalipun aku sudah beristri, yang terpenting kita tidak melakukan apapun yang
dapat menimbulkan fitnah dan penyesalan”
Priska : “Ya, perasaan memang tidak bisa disalahkan.
Dan hati tidak pernah bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh. Namun
ketahuilah, betapa hatiku sangat sulit untuk jatuh. Kenapa harus sakit yang
hatiku rasakan bahkan ketika ia belum benar-benar jatuh? Aku juga ingin bahagia
karena perasaan ini, tanpa harus melukai perasaan siapapun”
Edi : "Tidak sesederhana kedengarannya,
sayang. Kau tahu bahwa jarak, ruang, dan waktu adalah elemen yang mampu
mengubah segalanya, tentu atas kehendak Nya. Aku pun ingin menyayangi kalian
tanpa membuat salah satu diantara kalian terluka. Tapi lihatlah kenyataan bahwa
peluang itu hampir mendekati 0%, sebab dengan berhenti menyakitinya itu berarti
aku mulai menyakitimu, dan begitupun sebaliknya. Aku lelah berdiri melawan arus
air, sebab bagaimanapun hanya akan ada tiga kemungkinan. Pertama, jika aku
cukup kuat maka aku mampu menghentikan arus itu, meski ini berarti tidak ada
lagi air yang mengalir di belakang punggungku. Kedua, mungkin secara tidak
langsung aku membuat arus itu terbagi, mengalir di sisi kanan dan kiriku
berdampingan meski aku takkan pernah tahu dimana mereka berujung. Atau
terakhir, aku sendirilah yang akan hanyut terbawa arus itu. Ah, aku yakin kau
cukup cerdas untuk mengaitkan filosofi itu dengan keadaan kita saat ini”
Priska :
“Baiklah, jika begitu berhentilah melawan arus. Meski kenyataan cinta tanpa
memiliki itu menyakitkan, namun akan jauh lebih menyakitkan jika aku menjadi
alasan yang menyakitimu. Cukuplah kuketahui fakta bahwa kau pun memiliki rasa
yang sama, selebihnya biar Tuhan yang mengatur. Aku tidak akan menuntut lebih.
Aku menghargai istrimu, dan aku begitu mencintaimu. Kuharap jika suatu saat
istrimu mengetahui tentang perasaan yang kita abaikan kini, ia takkan
menyalahkannya. Jangan juga salahkan kita. Bukankah perasaan tak pernah salah?”
Edi : “Ya, kau benar. Bagaimanapun kau adalah
wanita hebat yang berprinsip kuat. Beruntung kelak pria yang menjadi suamimu”
Priska : “Meski aku tak seberuntung istrimu. Biarlah.
Aku cukup bahagia bisa merasakan jatuh cinta lagi”
15-04-15 * 15: 04
Comments
Post a Comment